Wednesday, December 07, 2005

“JUJURAN” DIKALIMANTAN SUATU FENOMENA KEMAPANAN DALAM PERKAWINAN


Teguh adminto*

Indonesia memang negeri dengan 1001 budaya yang berada dari ujung sabang sampai meraoke. Dan budaya itu bisa berbeda dari satu daerah dan daerah lain. Bahkan dalam satu daerah terdapat beberapa budaya yang berbeda. Perbedaan budaya ini bukan hanya pada budaya seni, bergaul, menyambut tamu, pengurusan jenazah namun juga dalam hal pertemuan sepasang kekasih yang akan serius untuk menempuh suatu rumah tangga atau kita lebih menyebut dengan perkawinan.
Ketika usia sudah mencapai kepala dua atau sudah mencapai usia dewasa barang kali orang akan berfikir jauh kedepan, terutama tentang kehidupan pribadinya. Kalau kita mengamati banyak orang didesa biasa mencari jodohnya tidak jauh dari kampungnya (tetangga sendiri). Ini karena dari pihak masing-masing akan tahu lebih banyak tentang karakternya karena hidup tidak jauh dari tempat tinggalnya.
Fenomena lain menggambarkan ketika jaman yang sudah mulai menuntut pendidikan yang lebih tinggi yang kadang tidak selalu ditempuh di daerah tempat tinggalnya. Bahkan kadang harus menyebrang pulau, dan dari sinilah akan terjadi sebuah pertemuan antar budaya dari daerah dimana pelajar/mahasiswa itu berasal. Contoh kongkrit di kampus putih Universitas Muhammadiyah Malang yang mahasiswanya berasal dari berbagai daerah dan pelosok Indonesia.
Penulis sendiri berasal dari cilacap, dimana kota kecil yang berada dipantai selatan jawa, sekarang sedang menempuh study di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang. Terasa aneh dan canggung ketika bertemu dengan teman sesame mahasiswa yang kebetulan berasal dari pulau dengan sebutan “BORNEO” atau Kalimantan. Ini karena perbedaan Budaya dan Adat, Bahasa dan Pergaulan masing-masing.
Penulis mencoba menguak lebih jauh tentang budaya jujuran yang asli dari Kalimantan yang selama ini menjadi momok bagi pemuda dari daerah lain yang takut akan “Jujuran” yang harus dipenuhi untuk meminang gadis asal Kalimantan. Lebih jelasnya kita ikuti wawancaranya langsung dengan dua gadis Kalimantan yang sedang study di jawa khususnya di kota Malang. Kedua gadis ini adalah Mahasiswi Fakultas Hukum konsentrasi Hukum Bisnis di Universitas Muhammadiyah Malang.
Elok sering temen-temen memanggilnya, dia gadis asli asal Kalimantan yang sedang menempuh sarjana hukum di with house. Mahasiswi kelahiran 3 Januari 1984 ini mengakui hidup dijawa ternyata sangat menyenagkan. Walaupun kadang masih mengalami kendala dalam berkomunikasi.
“Walaupun budayanya sangat berbeda namun aku pingin tinggal dijawa, karena dijawa ternyata sangat menyenangkan dan fasilitas juga terpenuhi semuanya” tutur mahasiswi yang memiliki nama lengkap Elok Januarti W. “Pinginnya sih tinggal dijawa, tapi ya...lihat aja nanti” lanjut Mahasiswi semester tujuh ini.
Gadis berkulit putih yang pernah memiliki cowok asli jawa ini tidak terlalu terpengaruh dengan budaya perkawainan yang ada didaerah masing-masing. Yang penting masih bisa bersama dan mendapat restu orang tua. “Itu kan budaya yang sudah melekat dan harus kita hormati dan dikembangkan” celetuk gadis yang ngerasa kesulitan dalam mempelajari bahasa jawa ini. “Ya semuanya saya serahkan kepada orang tua, jadi saya ga perlu pusing mikirin hal itu” tambahnya.
Berbeda dengan nenny Indriyani yang juga sedang menempuh study hukum dikampus yang sama “Bahwa budaya jujuran sebenarnya tidak wajib, akan tetapi tetap harus menghormati budaya” komentarnya. Lebih lanjut mahasiswi blesteran Kalimantan-Banjarnegara ini, “Jujuran kan budaya, jadi kita harus menghormati” tutur mahasiswi banjarmasin 14 Agustus 1985 ini. “Dan mengenai besarnya jujuran tergantung dari orang tua perempuan dan status keluarga perempuan, semakin tinggi status sosialnya ya, biasanya jujurannya semakin tinggi. Jujuran di daerah saya adalah prestisius dari sebuah keluarga” lanjutnya.
Gadis yang juga pernah memiliki cowok asal jawa ini juga merasa tidak keberatan dengan budaya jujuran itu. Mengenai adaptasi di daerah sekarang tinggal (Malang) dia agak kesulitan dengan bahasa yang ada, tetapi kegigihan untuk belajar tidak pernah surut.
Elok yang mengaku susah beraviliasi dengan adat jawa ini juga mengalami kesulitan dalam hal bahasa dan bergaul dengan masyarakat sekitar. Kecanggungan bergaul ini sering dia alami ketika akan bergaul langsung dengan masyarakat setempat. “Kadang sesuatu yang mereka anggap lucu bagi aku tidak lucu dan sesuatu yang di anggap mereka seru bagi aku tidak seru jadinya ya..canggung gitu” akun mahasiswi berparas cantik ini. Gadis ini juga berpendapat bahwa besarnya jujuran adalah prestis sosial bagi masyarakat Kalimantan. “Semakin tinggi status sosialnya ya…semakin besar jujuranya” tambahnya. Namun lebih lanjut dia menerangkan ”Sebenarnya jujuran itu bukan uang ganti rugi untuk keluarga si gadis, kita kan bukan dibeli. Toh uang itu akan kembali ke mereka (yang akan menikah, red)”. Bagi Elok jujuran adalah simbol dari kemapanan sepasang kekasih yang akan menempuh kehidupan baru yaitu keluarga.
Sama dengan Nenny bahwa uang jujuran bukanlah uang bayaran untuk sang gadis “Kita kan bukan di beli, tapi dengan jujuran itu bisa diketahui bahwa dalam perkawinan memang sudah harus siap secara lahir maupun batin, artinya jujuran itu adalah simbol kemapanan secara ekonomi” terang mahasiswa yang masih jomblo ini.
Semakin jelas bahwa selama ini uang jujuran yang dianggap banyak orang adalah uang ganti rugi untuk keluarga sang gadis ternyata salah. Jadi bagi yang pingin dapet orang Kalimantan terutama untuk gadis Kalimantan semakin yakin akan serius untuk melangkah ke jejang yang lebih serius lagi.
Ketika penulis menanyakan mengenai permaslahan tentang jujuran Nenny mengatakan “Ga ada masalah dengan budaya itu….tapi sekarang ada juga cowok yang lagi naksir aku dan bingung masalah jujuran he…hee..” selorohnya. Siapa tuh cowoknya….?

* Penulis adalah mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas Muhammadiyah Malang menjadi assisten di Laboratorium Hukum yang juga pemilik situs ini.

1 comment:

Anonymous said...

apa universitas Anda tidak diajarkan MKDU Bahasa Indonesia? Artikel Anda memiliki banyak kesalahan ejaan dan peristilahan.